BATU ASAH ART EDUCATION

Batu asah adalah komunitas nir-laba yang bergerak dalam bidang pendidikan seni, khususnya seni rupa. Batu asah berdiri 2007 diKotagede, Yogyakarta.
Berangkat dari cara pandang dan kegelisahan yang sama dalam melihat permasalahan pendidikan seni rupa, kami berupaya membuat sebuah ruang study alternatif yang lebih terbuka. Beberapa agenda yang telah kami lakukan seperti diskusi, workshop dan pameran. Selain itu kami akan terus bekerja sama dengan beberapa institusi dan komunitas di luar seni rupa yang nantinya dapat untuk mencetak formula dan konsep dalam menggembangkan pendidikan seni rupa.



10/02/09

Sopo sing Kuoso lha sopo yo ……………….!

Ini menjadi suatu kata yang terngiang ngiang di benak teman saya selama seminggu ini. “Kuasa, atau power semacam integritas, jika di tarik dalam sektor integral, yang nampak dalam dominasi beberapa individu terhadap sebagian orang”. Dan kekuasaan, terhadap wilayah, institusi, publik dan individu. Dari sana teman saya jadi berpikiran jika kita perlahan-lahan menjadi rejim terhadap diri sendiri, sekeliling kita dan orang lain. Kata teman saya, kuasa tak lagi nampak sebagai interaksi awal individu. Namun mulai berubah menjadi sosok dominasi mengerikan yang di dukung institusi yang dalam hal ini adalah resmi, negara. Dan (Ingat) katanya, dititiklah ini posisi kita menjadi baku dengan adanya kebutuhan kita yang dikuasai atau bahkan untuk di'kuasa'kan.Teman saya terus saja menenterjemahkan (bagaimana tolak ukur kita untuk menjembatani hal ini).


Kuasa dan pendidikan
Kita ternyata dididik untuk kelak menjadi penguasa 'kecil' dan 'besar' nantinya. Humanitas yang di arahka
n mengendalikan naluri 'kuasa'.Lihat, media, dengan kuasanya. Menciptakan berbagai macam pembenaran dan realita yang membentuk opini publik. Hal ini tentunya sudah basi jika masih dibahas saat ini, tapi itulah kenyataannya. Kuasa sosial juga yang menentukan untuk ikut arus atau tidak.

Sejauh mana kekuasaan di batasi oleh hierarki, ternyata telah terbayang semenjak konsep kenegaraan berdiri.Semenjak kasus heboh tak ada pendidikan murah, saya merasa ada perbenturan 'kuasa' . Dominasi dan hegemoni suatu ambang batas yang di sebut berdasar hanya berdasar pada faktor fisik. Kuasa ternyata jadinya lebih nampak pada wilayah aman dan pemaksaan ideologi di bandingkan dengan pemberdayaan potensi masyarakat. Ternyata hal ini jelas sekali, situasi, ekonomi dikambing hitamkan oleh negara dan di benturkan ke rakyat. Dimana tanpa di sadari kuasa individu, media dan institusi dan jutaan pemaknaan kuasa tersebut bertebaran di sekeliling kita dalam wujud 'non-fisik'. Intelektualitas dan eksistensinya terkadang rancu dengan arus dan pembentukan makna berpikir. konteks ini, rasanya sudah di mulai sejak masa masa arketipal.Kuasa, adalah sebutan tentang kondisi strategis terhadap sebuah situasi di masyarakat.

(kasus penganiayaan warga sipil baik fisik ataupun pikiran oleh negara).

Satu kata ketika salah satu dari hal itu menemui jalan buntu... perang ! , libas beybeh ! demi kekuasaan orang rela bertahan ...Semoga hal ini berwujud dalam takaran yang lebih baik. Sistemik dan tidak sekedar di tuliskan dalam konsep epistemik.

Kita merasa. Jembatan untuk berkomunikasi dengan baik dan saling mengerti. Walaupun sekarang telah di gantikan dengan tujuan dominasi ideologi dan saling mencengkram alam pikiran masing masing,termasuk dia. Dan kemudian muncul pertanyaan mengapa harus ada diplomasi kalau akhirnya hanya pamer kekuatan dan intelektualitas. Memang.Kuasa, bukan kwaci, kuaca dan kuampret, apalagi 'Kuas...gambar'. jadi dari pada pusing, Kulo tak nggambar mawon teng ndalan. Mboten sah mikir sopo sing kuoso.Pun mas, pun wengi gek ndang kulo tak mangkat. Sesok mluebu esuk ko ndak kulo kerinan. Sampun nggih